Minggu, 04 November 2007

BERHARAP [ADANYA] PEMERINTAHAN YANG BERSIH

power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely.

Korupsi adalah tindakan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. Menurut penjelasan UU 20/2001, TPK (Tindak Pidana Korupsi) merupakan suatu kejahatan yang memenuhi kriteria kejahatan luar biasa, yaitu dilakukan secara sistematis dan meluas sehingga tidak hanya menimbulkan kerugian bagi Negara saja tapi juga bagi masyarakat luas.
Melihat dampak yang ditimbulkan oleh TPK, maka semenjak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden RI, beliau mencanangkan Gerakan Pemberantasan Korupsi. Gerakan ini merupakan suatu gerakan yang sangat populer dan banyak mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Dari gerakan ini muncul beberapa lembaga baru dalam upaya memberantas korupsi, salah satunya adalah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun sampai saat ini pemberantasan korupsi di Indonesia masih terkesan berjalan lambat dan bernuansa tebang pilih.
Peran KPK dalam mengungkap berbagai kasus korupsi seperti kasus penyuapan di KPU (Komisi Pemilihan Umum) merupakan suatu langkah maju yang patut diacungi jempol. Reaksi dari aksi KPK tersebut adalah sebuah yurisprudensi yang melegalkan sebuah tindakan penjebakan dalam menjerat kasus korupsi. Oleh hakim maupun KPK yurisprudensi ini merupakan tambahan amunisi dalam memberantas korupsi.
Namun yang diutamakan oleh pemerintahan SBY dalam pemberantasan korupsi tampaknya adalah pengembalian dana hasil korupsi kepada Negara. Peristiwa datangnya tiga debitur BLBI ke Istana Negara adalah contohnya. Peristiwa tersebut tidak semestinya dilakukan karena jelas-jelas melanggar etika hukum.
Suasana tebang pilih pun muncul, ketika yang menjadi tersangka adalah petinggi Negara yang memegang peranan penting. Kasus penyuapan Hakim Agung dalam perkara Probosutedjo nampaknya tidak akan sampai ke akar-akarnya karena menyangkut petinggi Negara. Begitu juga dengan perpanjangan masa kerja yang semestinya tidak dilakukan secara sepihak. Meskipun tidak melanggar hukum, namun tindakan itu adalah tidak etis.
Lambatnya penyelesaian perkara dalam persidangan juga menjadi faktor mengapa banyak perkara korupsi tersendat. Karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa, maka seharusnya kasus-kasus korupsi disidangkan dalam sebuah persidangan khusus selain itu pula diperlukan Hukum Acara khusus yang mengatur tata cara persidangan korupsi.

Tidak ada komentar: