Senin, 29 Oktober 2007

Perlukah Revisi UU 38 Tahun 2004 ?

Perlukah Revisi UU 38 Tahun 2004 ?

Kenaikan tarif jalan tol baru-baru ini mendapat respon yang sangat besar dari masyarakat luas. Kenaikan tarif tersebut didasarkan pada laju inflasi seperti yang ditetapkan pada pasal 48 ayat (3) Undang-undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Karena kenaikan tersebut banyak dari masyarakat pengguna jalan tol yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Dampak dari rasa ketidakpuasan tersebut adalah masayarakat dan beberapa LSM akan melakukan gugatan class action kepada pemerintah.
Gugatan class action oleh LSM dan juga masyarakat kepada pemerintah menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif jalan tol dinilai kurang tepat oleh LSM dan sebagian pengguna jalan tol. Kebijakan tersebut dirasa tidak disertai dengan sosialisasi yang baik sehingga masyarakat pengguna jalan tol seakan mendapat ‘pukulan’ secara tiba-tiba.
Kemudian muncul isu akan dilakukan perubahan terhadap UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. Isu tersebut santer dibicarakan oleh kalangan legislatif yang menilai bahwa perlu dilakukan perubahan-perubahan terhadap isi UU tersebut, salah satunya adalah masalah penyesuaian tarif tol yang dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali dan berdasarkan laju inflasi.
Jika dicermati lebih dalam, sebenarnya pemerintah dalam menetapkan kebijakan kenaikan tarif jalan tol adalah untuk menjaga iklim investasi di Indonesia. Pada Indonesia Infrastructure Summit 2005, dicanangkan program bahwa Indonesia akan membangun sekitar 1900 km jalan tol. Namun hingga sekarang jalan tol yang telah terbangun dan beroperasi hanya sekitar 600 km. Melihat rendahnya tingkat pembangunan jalan tol di Indonesia dan semakin meningkatnya kebutuhan akan jalan tol, maka kebijakan yang ditetapkan tersebut cukup beralasan.
Perkataan Menteri PU dalam menanggapi isu perubahan UU No. 38 Tahun 2004 yang mengatakan bahwa DPR sebaiknya tidak perlu tergesa-gesa mengubah suatu peraturan perundangan-undangan hanya karena masalah kenaikan tarif jalan tol memang sangat beralasan. Bila dilihat proses pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang sangat panjang dan memakan biaya yang cukup besar, maka sebaiknya DPR perlu benar-benar memikirkan secara matang tentang rencana untuk merevisi UU No. 38 Tahun 2004.Apabila UU No 38 Tahun 2004 dilakukan perubahan maka kemungkinan dampak positif perubahan yang dirasakan tidak akan terasa oleh masyarakat luas. Justru dampak negatif yang akan dirasakan, yaitu investor (baik dalam negeri maupun luar negeri) akan merasa bahwa di Indonesia tidak terdapat kepastian hukum yang tetap. Selain itu kemungkinan pembangunan ruas jalan tol sebayak 1300 km akan terulur pelaksanaannya, padahal di satu sisi banyak masyarakat luas baik di Jawa maupun luar Jawa yang sangat membutuhkan akses transportasi seperti jalan tol. Untuk itu pihak legislatif hendaknya dapat lebih bersikap bijaksana dan melihat kebijakan kenaikan tarif jalan tol dari berbagai perspektif yang berbeda.